M. Junaidi Harap SMA/SMK Swasta di Lampung Tidak Gulung Tikar

Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Demokrat, M. Junaidi, menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan keberlangsungan sekolah swasta dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung yang tengah dibahas.

Hal itu disampaikannya saat menerima audiensi Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) SMA-SMK Swasta Kota Bandar Lampung, Senin, 7 Juli 2025.

“Saya sendiri dari SMP sampai SMA sekolah di swasta. Jadi saya paham betul perjuangan dan keterbatasan yang dihadapi sekolah-sekolah swasta,” ujar Junaidi dengan nada serius namun hangat.

“Saya tahu rasanya. Dan saya tidak ingin sekolah swasta di Lampung sampai gulung tikar hanya karena kebijakan yang tidak berpihak.”

Menurut Junaidi, perubahan sistem penerimaan siswa baru yang kini berbasis zonasi dan afirmasi telah membuat banyak sekolah swasta kesulitan menjaring peserta didik. Berbeda dengan era sebelumnya saat nilai ujian atau NEM masih jadi penentu utama.

“Dulu kalau tidak diterima di negeri, ya otomatis masuk swasta. Sekarang seperti sistemnya diatur langit saja. Tidak jelas arahnya. Kita di lapangan juga bingung,” ujarnya.

Meski begitu, ia mengakui masih ada sekolah swasta yang tetap diminati seperti IT Raihan. Artinya, ada faktor kepercayaan dan kualitas yang perlu dibangun bersama.

“Mungkin memang ada yang perlu kita benahi, baik dari cara mengajar maupun cara mempromosikan sekolah. Ini tanggung jawab bersama, tidak bisa hanya dibebankan ke pihak sekolah,” kata dia.

Junaidi juga menyinggung soal kebijakan pendidikan gratis yang meski baik, tetap meninggalkan dampak bagi sekolah swasta.

“Saya pribadi senang kalau SMA gratis, itu bagus. Tapi kita juga harus pikirkan nasib guru dan tenaga kependidikan di sekolah swasta. Mereka juga punya keluarga, punya beban hidup.”

Lebih jauh, ia mengkritisi ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta, khususnya soal tenaga pengajar. Ia mencatat banyak sekolah negeri yang kekurangan guru bidang studi, namun tidak membuka peluang bagi lulusan baru untuk menjadi guru honorer. Sementara di sisi lain, guru swasta kehilangan pekerjaan akibat sekolah kekurangan murid.

“Ini ironi. Banyak guru di swasta dirumahkan, tapi sekolah negeri kekurangan pengajar. Harusnya dinas melihat ini sebagai peluang. Bisa disinergikan,” ucapnya.

Menanggapi masalah penahanan ijazah karena tunggakan biaya, Junaidi mengakui persoalan ini tidak hanya terjadi di sekolah swasta, tapi juga di negeri.

“Di satu sisi, aturan melarang ijazah ditahan. Tapi di sisi lain, sekolah juga butuh biaya operasional. Ini bukan soal menyalahkan siapa, tapi bagaimana mencari titik temu yang adil,” jelasnya.

Menutup pernyataannya, Junaidi memastikan bahwa seluruh aspirasi dari sekolah swasta akan ia perjuangkan untuk masuk dalam pembahasan RPJMD.

“Kita tidak boleh membiarkan sekolah swasta jalan sendiri. Mumpung RPJMD sedang dibahas, ini kesempatan kita dorong agar keberpihakan terhadap sekolah swasta tidak diabaikan,” pungkasnya.

Exit mobile version