Prabowo Stop Impor Tapioka, Pansus DPRD Lampung Desak Perusahaan Lapor Produksi ke SiNas

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyatakan dukungan penuh terhadap usulan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk menghentikan impor singkong dan produk turunannya, demi melindungi petani lokal dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Dukungan ini disampaikan dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang membahas tata niaga singkong nasional, Jumat (23/5/2025). Prabowo menegaskan, jika produksi dalam negeri mencukupi, maka tidak ada alasan membuka keran impor. Ia menyebut kebijakan ini sebagai bukti nyata keberpihakan negara terhadap petani.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menambahkan bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan arah pembangunan pertanian nasional, termasuk penguatan hilirisasi industri dan optimalisasi bahan baku lokal.

Langkah ini mendapat respons positif dari Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas. Ia menyebut bahwa keputusan Presiden sejalan dengan perjuangan panjang Tim Pansus dan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dalam membela nasib petani singkong di daerah.

“Lampung sebagai penghasil utama singkong di Indonesia sebenarnya mampu menyuplai hingga 3 juta ton per tahun. Namun data nasional menunjukkan produksi hanya 700 ribu ton per tahun, karena banyak perusahaan tidak melaporkan data ke sistem,” kata Mikdar, Senin (26/5/2025).

Ia menjelaskan bahwa dari 70 perusahaan tapioka yang beroperasi di Lampung, hanya 24 perusahaan yang tercatat dalam Sistem Informasi Nasional (SiNas). Kondisi inilah yang menyebabkan pemerintah pusat membuka keran impor, karena pasokan lokal dianggap tidak mencukupi.

“Saya minta seluruh perusahaan tapioka di Lampung segera melaporkan hasil produksi ke dalam SiNas agar tercatat secara resmi dan akurat. Ini penting untuk menghentikan ketergantungan pada impor,” tegas politisi Gerindra tersebut.

Mikdar juga mengingatkan agar perusahaan tapioka di Lampung mematuhi arahan Presiden. Menurutnya, bila kebutuhan dalam negeri sudah bisa dipenuhi secara mandiri, tidak ada lagi ruang untuk pembenaran impor.

Langkah selanjutnya, kata dia, adalah penguatan sistem pelaporan, transparansi distribusi, dan pengawasan di tingkat daerah agar kebijakan nasional dapat terlaksana secara konsisten di lapangan.

Exit mobile version