Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Lampung mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam pemberian insentif investasi, agar tidak dilakukan secara asal-asalan tanpa dasar yang kuat. Hal ini disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Lampung, Selasa (1/7/2025), saat membahas dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) usulan Pemprov Lampung: Raperda tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal serta Raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Juru Bicara Fraksi Demokrat, M. Junaidi, mengatakan pihaknya menyambut baik pengajuan kedua raperda strategis tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa pemberian insentif investasi harus selektif, berbasis dampak nyata, dan disertai pengawasan ketat terhadap potensi kerugian sosial dan lingkungan.
“Investasi tidak boleh dilakukan dengan pendekatan asal-asalan. Pemberian insentif harus diberikan hanya kepada investor yang benar-benar memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan PAD, penciptaan lapangan kerja, dan alih teknologi,” ujar Junaidi di hadapan sidang paripurna.
Fraksi Demokrat menilai, Raperda Insentif merupakan instrumen penting dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Namun, mereka menekankan bahwa regulasi tersebut harus menjunjung tinggi prinsip kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas, sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Selain itu, Demokrat juga menyoroti aspek pelayanan publik dalam investasi, terutama terkait sistem perizinan yang harus terintegrasi secara digital melalui Online Single Submission (OSS), dengan dukungan SDM aparatur yang profesional dan responsif.
Fraksi Demokrat juga memperingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan risiko lingkungan dan sosial dalam arus masuk investasi. Mereka menegaskan bahwa kemudahan berusaha tidak boleh menimbulkan degradasi ekologi atau konflik dengan masyarakat lokal.
“Evaluasi dampak lingkungan dan sosial harus menjadi bagian integral dari proses pemberian insentif. Investasi yang merusak lingkungan atau mengabaikan hak masyarakat hanya akan menciptakan masalah baru ke depan,” tegas Junaidi.
Terkait RPJMD 2025–2029, Fraksi Demokrat menilai dokumen tersebut harus menjadi peta jalan pembangunan daerah yang sinkron dengan RPJPN 2025–2045, program nasional, serta kebutuhan riil masyarakat Lampung.
Mereka juga mendorong penyusunan indikator kinerja utama (IKU) yang terukur dan berbasis hasil (outcome) di sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pertanian, pariwisata, dan penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan lima tahun ke depan, lanjut Junaidi, harus bersifat inklusif dan berkelanjutan, dengan memastikan pemerataan pembangunan antarwilayah, pengurangan kesenjangan sosial, serta pelibatan kelompok rentan, pemuda, dan perempuan.
Fraksi Demokrat turut merekomendasikan agar perencanaan RPJMD berbasis pada data akurat (evidence-based policy), pemetaan prioritas pembangunan secara spesifik dan terukur, serta penguatan sistem pengawasan berbasis digital agar lebih akuntabel dan adaptif terhadap dinamika pembangunan.
Terakhir, Fraksi Demokrat menyatakan mendukung kelanjutan pembahasan dua raperda tersebut. Namun mereka menegaskan, tanpa perencanaan yang matang dan seleksi ketat dalam investasi, kebijakan insentif justru bisa menjadi beban dan menimbulkan risiko jangka panjang.
“Kami berharap regulasi ini benar-benar menjadi fondasi kuat untuk mewujudkan Lampung yang lebih maju, inklusif, dan berdaya saing. Tapi semua harus dimulai dengan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab,” tutup Junaidi.