Fatikhatul Khoiriyah: Ruang Ekspresi Mahasiswa Penanda Sehatnya Demokrasi

Anggota DPRD Provinsi Lampung, Fatikhatul Khoiriyah, menegaskan pentingnya menjaga ruang kebebasan berekspresi di lingkungan kampus sebagai salah satu indikator utama keberlangsungan demokrasi. Hal itu disampaikan saat menjadi pembicara dalam talkshow bertajuk “Indonesia Gelap dalam Bayang-Bayang New Orba, Bagaimana Sektor Pendidikan?” yang digelar oleh organisasi mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) UIN Raden Intan Lampung, Selasa (15/4/2025).

Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari Culture Literary Festival & World Book Day 2025.

Menurut Fatikhatul, perjuangan di era digital tidak hanya hadir dalam bentuk aksi massa, tetapi juga melalui ekspresi di media sosial. Ia menyebut tagar seperti #IndonesiaGelap atau #KaburAjaDulu sebagai bentuk perjuangan yang sah di era digital.

“Sepanjang kita masih bisa bersuara dan berpendapat, saya pikir kita masih baik-baik saja. Bentuk perlawanan hari ini bisa melalui ruang digital,” ujar politisi PKB yang juga menjabat Ketua Fraksi PKB DPRD Lampung itu.

Ia menambahkan, eksistensi organisasi mahasiswa menjadi tolak ukur kondisi demokrasi nasional. “Saya baru akan mengatakan Indonesia gelap ketika di kampus sudah tidak ada organisasi mahasiswa yang aktif,” tegasnya.

Selain Fatikhatul Khoiriyah, talkshow ini juga menghadirkan sejumlah narasumber lain: akademisi UIN Raden Intan Lampung Wahyu Iryana, Ketua AJI Kota Bandar Lampung Dian Wahyu Kusuma, aktivis PMII Sapriyansah, serta pakar hukum tata negara Universitas Andalas Ferri Amsari yang hadir secara daring.

Wahyu Iryana dalam pemaparannya menyoroti rendahnya budaya literasi sebagai tantangan besar dunia pendidikan saat ini. “Kalau budaya membaca lemah, nalar kritis terhadap kebijakan publik juga ikut lemah. Pendidikan harus menjadi prioritas pembangunan,” ujarnya.

Ia juga menilai alokasi anggaran pendidikan belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan. “Meski alokasinya 21 persen, tapi perlu dikaji seberapa efektif anggaran itu untuk penguatan pendidikan secara menyeluruh,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma, menekankan pentingnya kebebasan pers dan peran mahasiswa dalam membentuk jurnalis yang kritis dan independen.

“Organisasi mahasiswa adalah fondasi. Tanpa itu, sulit membentuk keberanian dan nalar kritis yang dibutuhkan dalam dunia jurnalistik,” kata Dian. Ia juga mengingatkan tentang maraknya praktik intimidasi terhadap jurnalis dalam beberapa tahun terakhir.

“Kita tidak boleh lupa dengan praktik teror seperti kiriman kepala babi ke kantor redaksi. Itu peringatan agar kita menjaga ruang kebebasan pers,” tegasnya.

Aktivis PMII, Sapriyansah, menyampaikan bahwa organisasi mahasiswa adalah ruang latihan paling efektif untuk membentuk karakter kepemimpinan. Ia menilai ada upaya sistematis yang membatasi ruang gerak mahasiswa.

“Kampus harus menjadi tempat yang aman dan demokratis bagi mahasiswa untuk belajar bersuara. Tanpa itu, kita hanya akan melahirkan generasi yang takut, bukan berani,” pungkasnya.

Exit mobile version