Fraksi PKB: Raperda Insentif Investasi Harus Jamin Perlindungan Fiskal dan Akses UMKM

Fraksi PKB DPRD Provinsi Lampung memberikan sejumlah catatan kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal yang diajukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung.

Dalam pandangan umum yang disampaikan Juru Bicara Fraksi PKB, Sasa Chalim, dalam Rapat Paripurna DPRD pada Selasa (1/7/2025), Fraksi PKB menekankan perlunya pembatasan fiskal yang jelas dalam pemberian insentif, guna menghindari dampak negatif terhadap layanan publik dasar.

“Insentif yang diberikan tanpa analisis fiskal yang matang bisa mengganggu pembiayaan sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar,” ujar Sasa

PKB juga menyoroti belum adanya jaminan yang kuat terhadap akses yang adil bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), khususnya di wilayah pinggiran dan perdesaan.

“Tanpa kebijakan afirmatif, UMKM berisiko tersingkir oleh investor besar yang lebih siap secara teknis dan informasi,” tambahnya.

Untuk itu, Fraksi PKB mendorong skema afirmatif seperti penyederhanaan administrasi, pendampingan teknis, dan alokasi insentif yang proporsional bagi UMKM. Hal ini dinilai penting agar pelaku usaha kecil tidak hanya menjadi penonton dalam kebijakan investasi, tetapi juga turut merasakan manfaatnya secara langsung.

Lebih lanjut, PKB menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan dalam Raperda ini harus mencakup perlindungan terhadap masyarakat lokal, komunitas adat, dan nilai budaya yang hidup berdampingan dengan sumber daya alam.

“Investasi tidak cukup hanya berbasis dokumen administratif. Harus ada perlindungan nyata terhadap tanah ulayat dan nilai-nilai sosial masyarakat lokal,” kata Sasa.

Fraksi PKB juga menyoroti pentingnya keterlibatan publik secara aktif, mulai dari tahap perencanaan, evaluasi, hingga pengawasan investasi. Keterbukaan informasi mengenai penerima insentif, dasar pemberian, serta laporan evaluasi tahunan perlu dijamin.

Sasa menilai, terlalu banyak substansi strategis yang didelegasikan ke Peraturan Gubernur (Pergub) dapat mengurangi ruang pengawasan DPRD dan menciptakan ketidakpastian hukum.

“Pengaturan tentang jenis usaha prioritas, tata cara permohonan, dan mekanisme evaluasi sebaiknya dijabarkan secara rinci dalam Perda, bukan semata-mata diatur lewat Pergub,” tegasnya.

Fraksi PKB berharap, Raperda ini tidak hanya menjadi dokumen hukum semata, tetapi juga mencerminkan aspirasi masyarakat Lampung yang menginginkan investasi yang adil, inklusif, dan bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *