Edward Rasyid Ingatkan Sengketa Tanah di Lampung Tengah, Jangan Sampai Rakyat Diadu Domba

Sengketa tanah antara masyarakat dengan pihak kehutanan kembali mencuat di Kabupaten Lampung Tengah. Persoalan itu terjadi di delapan kampung yang tersebar di Kecamatan Surabaya dan Bandar Surabaya.

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Edward Rasyid, menegaskan pemerintah harus serius menyelesaikan konflik lahan agar tidak memicu gesekan horizontal di masyarakat.

“Jangan sampai rakyat diadu domba karena patok dan sertifikat tumpang tindih,” tegas Edward, Senin (29/9/2025).

Edward mengungkapkan, masyarakat setempat sudah lama menggarap lahan pertanian, khususnya sawah padi, yang menurut data kehutanan masih termasuk kawasan hutan. Ironisnya, sebagian lahan itu bahkan telah memiliki sertifikat resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Kami turun langsung bersama pihak BPN Lampung, bahkan ada anggota DPR RI Komisi IV, Pak Ketut Suhendra. Ternyata patok kawasan hutan yang dipasang justru masuk ke kampung. Padahal tanah itu sudah bersertifikat atas nama masyarakat. Inilah yang menimbulkan tumpang tindih dan rawan konflik,” jelas Edward.

Ia menilai situasi makin rumit ketika pihak kehutanan membentuk kelompok tani hutan di lokasi yang sama. Warga yang menolak masuk kelompok tersebut justru dituding menguasai kawasan hutan.

“Kami khawatir terjadi perebutan lahan hingga menimbulkan gesekan horizontal. Apalagi rakyat kita masih awam soal aturan pertanahan, ditambah sering ditakut-takuti seolah sertifikat mereka tidak sah. Ini yang harus diluruskan,” katanya.

Dalam pertemuan terakhir, delapan kepala kampung dari wilayah terdampak menyerahkan fotokopi sertifikat lahan warganya kepada Edward untuk diteruskan ke BPN. Ia pun mengapresiasi langkah BPN yang turun langsung ke lapangan guna memverifikasi keabsahan dokumen sekaligus membantah isu liar soal “sertifikat abal-abal”.

Lebih lanjut, Edward menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan lintas lembaga antara ATR/BPN, Kementerian Kehutanan, dan Pemprov Lampung agar status lahan jelas.

“Kalau memang kawasan itu masih bisa dilepas atau dialihfungsikan, mestinya pemerintah hadir untuk kepentingan rakyat. Ratusan hektare sawah di Surabaya dan Bandar Surabaya itu sudah jadi sumber penghidupan warga. Jangan sampai mata pencaharian mereka terancam hanya karena perbedaan tafsir status kawasan,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Ketut Suhendra disebut tengah menindaklanjuti persoalan ini di tingkat kementerian, sedangkan DPRD Lampung berkomitmen mengawal dari sisi daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *