Ketua Pansus DPRD: 27 Perusahaan Singkong di Lampung Tutup Sementara

Sebanyak 27 perusahaan pengolahan singkong di Provinsi Lampung melakukan penutupan operasional selama tiga hari untuk membahas instruksi Gubernur Lampung terkait penetapan harga singkong sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan 30 persen. Instruksi tersebut ditandatangani pada Senin, 5 Mei 2025.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menjelaskan bahwa penutupan sementara ini merupakan permintaan perusahaan guna menyesuaikan diri dengan kebijakan baru tersebut.

“Perusahaan meminta waktu tiga hari untuk menindaklanjuti instruksi gubernur. Jika tidak diindahkan, maka Pemprov Lampung siap memberikan sanksi tegas, termasuk penutupan pabrik,” ujar Mikdar saat ditemui di Kantor DPRD Lampung, Selasa (6/5/2025).

Ia menegaskan, penegakan aturan ini juga akan melibatkan Polda Lampung dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) guna menjamin kepatuhan dan memberi efek jera kepada perusahaan yang tidak mematuhi kebijakan.

“Langkah ini diambil agar perusahaan juga memperhatikan kesejahteraan petani,” tegasnya.

Mikdar juga mengungkapkan bahwa pihak perusahaan mengajukan permintaan kepada pemerintah agar diberi kewenangan untuk menolak singkong yang tidak memenuhi standar mutu.

“Mereka berharap bisa menolak singkong yang masih muda, busuk, atau kotor karena tercampur tanah dan bonggol. Harapan perusahaan ini harus diseimbangkan dengan kepentingan petani. Karena dengan harga yang sudah ditetapkan, semua pihak seharusnya bisa diuntungkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mikdar mendorong agar kebijakan harga singkong ini dapat diberlakukan secara nasional. Ia meminta dukungan dari anggota DPR RI dan DPD RI asal Lampung untuk memperjuangkan hal tersebut di tingkat pusat.

“Kita harap wakil-wakil kita di Senayan bisa mendorong kementerian terkait agar regulasi ini bisa dijalankan secara nasional. Kalau berlaku nasional, perusahaan pasti akan ikut, petani bisa sejahtera, dan industri singkong bisa berkembang,” katanya.

Ia menilai, apabila kebijakan ini hanya diterapkan secara lokal, maka akan ada celah bagi perusahaan untuk bermain harga demi keuntungan sendiri.

“Kalau tidak diatur secara nasional, akan selalu ada perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan sendiri, bahkan bisa beralih ke impor tepung tapioka karena dianggap lebih murah,” tutup Mikdar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *